I.
Pengertian
Atonia
uteria (relaksasi otot uterus) adalah Uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik
setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (JNPKR, Asuhan
Persalinan Normal, Depkes Jakarta ; 2002)
Atonia
uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan
rangsangan taktil (pemijatan) fundus uteri. Perdarahan postpartum dengan
penyebab uteri tidak terlalu banyak dijumpai karena penerimaan gerakan keluarga
berencana makin meningkat (Manuaba & APN).
Atonia
uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan
merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum.
Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah
melahirkan. Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh
kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang
memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila
serabut-serabut miometrium tidak berkontraksi.
Batasan: Atonia
uteri adalah uterus yang tidak berkontraksi setelah janin dan plasenta lahir.
II.
Gejala dan Tanda-tanda
Gejala
Klinis:
Ø Uterus
tidak berkontraksi dan lunak
Ø Perdarahan
segera setelah plasenta dan janin lahir (P3).
III.
Diagnosa
a)
Tentukan kasus dalam kondisi syok atau tidak
b)
Tentukan bahwa plasenta sudah lahir
c)
Tentukan kontraksi rahim, pada atonia
uteri kontraksi sangat buruk (lembek)
d)
Tentukan bahwa perdarahan berasal dari rongga rahim
Pastika
bahwa perdarahan tidak berasal dari perlukaan perineum, vulva,
vagina, atau serviks
IV.
Penyebab
1. overdistention uterus seperti:
gemeli, makrosomia, polihidramnion, atau paritas tinggi.
2. Umur yang terlalu muda atau terlalu
tua
3. Multipara dengan jarak keahiran
pendek
4. Partus lama / partus terlantar
5. Malnutrisi
6. Dapat juga karena salah penanganan
dalam usaha melahirkan plasenta, sedangkan sebenarnya belum terlepas dari
uterus.
V.
Pengobatan
Penanganan Umum
Ø Mintalah
Bantuan. Segera mobilisasi tenaga yang ada dan siapkan fasilitas tindakan gawat
darurat.
Ø Lakukan
pemeriksaan cepat keadaan umum ibu termasuk tanda vital(TNSP).
Ø Jika
dicurigai adanya syok segera lakukan tindakan. Jika tanda -tanda syok tidak
terlihat, ingatlah saat melakukan evaluasi lanjut karena status ibu tersebut
dapat memburuk dengan cepat.
Ø Jika
terjadi syok, segera mulai penanganan syok.oksigenasi dan pemberian cairan
cepat, Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk
persiapan transfusi darah
Ø Pastikan
bahwa kontraksi uterus baik:
Ø lakukan
pijatan uterus untuk mengeluarkan bekuan darah. Bekuan darah yang terperangkap
di uterus akan menghalangi kontraksi uterus yang efektif. berikan 10 unit
oksitosin IM
Ø Lakukan
kateterisasi, dan pantau cairan keluar-masuk.
Ø Periksa
kelengkapan plasenta Periksa kemungkinan robekan serviks, vagina, dan perineum.
Ø Jika
perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
Ø Setelah
perdarahan teratasi (24 jam setelah perdarahan berhenti), periksa
kadarHemoglobin:
Ø Jika
Hb kurang dari 7 g/dl atau hematokrit kurang dari 20%( anemia berat):berilah
sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 120 mg ditambah asam folat 400 mcg
per oral sekali sehari selama 6 bulan;
Ø Jika
Hb 7-11 g/dl: beri sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 60 mg ditambah
asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan;
Penanganan Khusus
Ø Kenali
dan tegakkan diagnosis kerja atonia
uteri.
Ø Teruskan
pemijatan uterus.Masase uterus akan menstimulasi kontraksi uterus yang
menghentikan perdarahan.
Ø Oksitosin
dapat diberikan bersamaan atau berurutan
Ø Jika
uterus berkontraksi.Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus
berlangsung, periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi
dan jahit atau rujuk segera.
Ø Jika
uterus tidak berkontraksi maka :Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban
dari vagina & ostium serviks. Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong
Ø Antisipasi
dini akan kebutuhan darah dan lakukan transfusi sesuai kebutuhan. Jika perdarahan terus berlangsung:
Ø Pastikan
plasenta plasenta lahir lengkap;Jika terdapat tanda-tanda sisa plasenta (tidak
adanya bagian permukaan maternal atau robeknya membran dengan pembuluh
darahnya), keluarkan sisa plasenta tersebut.Lakukan uji pembekuan darah
sederhana.
Ø Kegagalan
terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat
pecah dengan mudah menunjukkan adanya koagulopati.
1. Pakai
sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril, dengan lembut masukkan
tangan (dengan cara menyatukan kelima ujung jari) ke intraktus dan ke dalam
vagina itu.
2. Periksa
vagina & serviks. Jika ada selaput ketuban atau bekuan darah pada kavum
uteri mungkin uterus tidak dapat berkontraksi secara penuh.Letakkan kepalan
tangan pada fornik anterior tekan dinding anteror uteri sementara telapak
tangan lain pada abdomen, menekan dengan kuat dinding belakang uterus ke arah
kepalan tangan dalam.
3. Tekan
uterus dengan kedua tangan secara kuat. Kompresi uterus ini memberikan tekanan
langsung pada pembuluh darah di dalam dinding uterus dan juga merang sang
miometrium untuk berkontraksi.
4. Evaluasi
keberhasilan:
5. Jika
uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan KBl
selama dua menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan dari dalam vagina.
Pantau kondisi ibu secara melekat selama kala empat.
6. Jika
uterus berkontraksi tapi perdarahan terus berlangsung, periksa perineum, vagina
dari serviks apakah terjadi laserasi di bagian tersebut. Segera lakukan si
penjahitan jika ditemukan laserasi.
7. Jika
kontraksi uterus tidak terjadi dalam waktu 5 menit, ajarkan keluarga untuk
melakukan kompresi bimanual eksternal (KBE)
kemudian terus kan dengan langkah-langkah penatalaksanaan atonia
uteri selanjutnya. Minta tolong keluarga untuk mulai menyiapkan rujukan.
Alasan: Atonia uteri
seringkali bisa diatasi dengan KBl,
jika KBl tidak berhasil dalam waktu 5 menit
diperlukan tindakan-tindakan lain.
8. Berikan
0,2 mg ergometrin IM (jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan
hipertensi)
Alasan : Ergometrin yang
diberikan, akan meningkatkan tekanan darah lebih tinggi dari kondisi normal.
9. Menggunakan
jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18), pasang infus dan berikan 500 ml
larutan Ringer Laktat yang mengandung 20 unit oksitosin.
Alasan: Jarum dengan diameter
besar, memungkinkan pemberian cairan secara cepat, dan
dapat langsung digunakan jika ibu membutuhkan transfusi darah.
Oksitosin IV akan dengan cepat merangsang kontraksi uterus. Ringer Laktat
akan membantu mengganti volume cairan yang hiking selama perdarahan.
Alasan: KBI
yang digunakan bersama dengan ergometrin dan oksitosin dapat membantu membuat
uterus-berkontraksi
11. Jika
uterus tidak berkontraksi dalam waktu
sampai 2 menit, segera lakukan rujukan Berarti ini bukan atonia uteri
sederhana. Ibu membutuhkan perawatan gawat-darurat di fasilitas kesehatan yang
dapat melakukan tindakan pembedahan dan transfusi darah.
12. Dampingi
ibu ke tempat rujukan. Teruskan melakukan KBI
hingga ibu tiba di tempat rujukan. Teruskan pemberian cairan IV hingga ibu tiba
di fasilitas rujukan:
a. Infus
500 ml yang pertama dan habiskan dalam waktu 10 menit.
b. Kemudian
berikan 500 ml/jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga jumlah cairan yang
diinfuskan mencapai 1,5 liter, dan kemudian berikan 125 ml/jam.
c. Jika
cairan IV tidak cukup, infuskan botol kedua berisi 500 ml cairan dengan tetesan
lambat dan berikan cairan secara oral untuk asupan cairan tambahan.
d. Kompresi
bimanual eksternal
Ø Letakkan
satu tangan pada abdomen di depan uterus, tepat di atas simfisis pubis.
Ø Letakkan
tangan yang lain pada dinding abdomen (dibelakang korpus uteri), usahakan
memegang bagian belakang uterus seluas mungkin.
Ø Lakukan
gerakan saling merapatkan kedua tangan untuk melakukan kompresi pembuluh darah
di dinding uterus dengan cara menekan uterus di antara kedua tangan tersebut.
(Pusdiknakes, Asuhan Persalinan Normal)
Ø Jika
perdarahan terus berlangsung setelah dilakukan kompresi:
·
Lakukan ligasi arteri uterina dan
ovarika.
·
Lakukan histerektomi jika terjadi
perdarahan yang mengancam jiwa setelah ligasi.
Ø Uterotonika :
Oksitosin :
merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior hipofisis. Obat
ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan
meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin.
Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekwensi,
tetapi pada dosis tinggi menyebabkan tetani.
Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus dengan Larutan Ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM).
Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus dengan Larutan Ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM).
Efek
samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus,
efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.
Metilergonovin maleat : merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM.
Dapat diberikan secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum 1,25 mg, dapat juga diberikan langsung pada miometrium jika diperlukan (IMM) atau IV bolus 0,125 mg.Obat ini dikenal dapat menyebabkan vasospasme perifer dan hipertensi, dapat juga menimbulkan nausea dan vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan hipertensi.
Metilergonovin maleat : merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM.
Dapat diberikan secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum 1,25 mg, dapat juga diberikan langsung pada miometrium jika diperlukan (IMM) atau IV bolus 0,125 mg.Obat ini dikenal dapat menyebabkan vasospasme perifer dan hipertensi, dapat juga menimbulkan nausea dan vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan hipertensi.
Prostaglandin
(Misoprostol) : merupakan sintetik analog 15 metil prostaglandin F2alfa.
Misoprostol dapat diberikan secara intramiometrikal, intraservikal, transvaginal, intravenous, intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg, yang dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum (5 tablet 200 µg = 1 g).
Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat menimbulkan efek samping prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare, sakit kepala, hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot halus, bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga kadang-kadang menyebabkan muka kemerahan, berkeringat, dan gelisah yang disebabkan peningkatan basal temperatur, hal ini menyebabkan penurunan saturasi oksigen.
Misoprostol dapat diberikan secara intramiometrikal, intraservikal, transvaginal, intravenous, intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg, yang dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum (5 tablet 200 µg = 1 g).
Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat menimbulkan efek samping prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare, sakit kepala, hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot halus, bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga kadang-kadang menyebabkan muka kemerahan, berkeringat, dan gelisah yang disebabkan peningkatan basal temperatur, hal ini menyebabkan penurunan saturasi oksigen.
Uterotonika
ini tidak boleh diberikan pada ibu dengan kelainan kardiovaskular, pulmonal,
dan gangguan hepatik.
Efek samping serius penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat hilang sendiri. Dari beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif untuk mengatasi perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri dengan angka keberhasilan 84%-96%. Perdarahan pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri maka perlu dipertimbangkan pemakaian Uterotonika untuk menghindari perdarahan masif yang terjadi
Efek samping serius penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat hilang sendiri. Dari beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif untuk mengatasi perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri dengan angka keberhasilan 84%-96%. Perdarahan pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri maka perlu dipertimbangkan pemakaian Uterotonika untuk menghindari perdarahan masif yang terjadi
Daftar Pustaka
Jakarta: Widya Medika, 2002. Obstetri fisiologi, Bagian
Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran
Unversitas Padjajaran Bandung, 1993.
Mochtar, Rustam. Sinopsis obstetrik. Ed. 2. Jakarta: EGC, 1998.
Manuaba, Ida Bagus Gede. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga berencana. Jakarta:
EGC, 1998.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar